Bayangkan qoidahnya saja tidak tahu, rumusnya saja tidak tahu, bagaimana dia bisa menyelesaikan soal, beda dengan orang yang tahu rumusnya, tinggal masukan saja datanya, lalu kalikan, bagikan dan seterusnya, selesai. Kenapa? -Karena tahu rumusnya-.
Para ulama salaf mengatakan “Barang siapa yang tidak faham ushul atau tidak faham qoidah maka dia tidak akan sampai kepada tujuan”.
Jika tidak tahu rumus maka kemungkinan akan sesat dan bisa dipastikan pasti sesat. Ini pentingnya qoidah, ushul, rumus.
Kajian-kajian ushul seperti ini banyak dilupakan kaum muslimin, banyak dari saudara-saudara kita lebih tertarik kajian-kajian tentang hati, membersihkan hati, tentang sodaqoh, tentang ahlak, -tentu itu tidak buruk-, kajian yang bagus tentunya, -tapi akan jadi buruk jika meninggalkan sesuatu yang jauh lebih besar yaitu qoidah dan manhaj-.
Salah satu kitab yang mempelajari tentang qoidah atau ushul adalah Ar-Risalah, didalam kitab ini tidak akan dipelajari tata cara wudhu bagaimana, tata cara tayamum bagaimana tapi lebih dari itu yaitu qoidahnya, rumusnya, dasarnya. Penulisnya adalah Al-Imam Asy-Syafi’i yang merupakan mujaddid kedua setelah Umar bin Abdul Azis yang merupakan mujaddid pertama di muka bumi ini. Ini adalah perkataan Al-Imam Ahmad dan tidak mungkin menilai ulama jika dia bukan ulama, tidak mungkin menilai kehebatan seorang dokter kalau dia bukan dokter, tidak mungkin menilai kehebatan insinyur kalau dia bukan insinyur dan begitu seterusnya. Tentu ini sesuatu yang mudah difahami tetapi kadang dalam hal agama ini dijungkir-balikan.
Kaedah seperti ini kan sederhana dan kita semua tahu yang tahu dia dokter ahli atau bukan siapa? -Tentu ya dokter-, dan begitu seterusnya. Ini merupakan kaedah sederhana tapi begitu masalah agama dijungkir-balikan seperti menyerahkan kepada orang-orang awam untuk menilai orang yang berilmu, ini qoidah yang rusak.
Maka dengan begitu bebasnya, “saya mau ngaji ke anu lah, saya mau ngaji kesana lah, kalau disitu saya gak mau lah..” seolah dia yang punya agama. Coba kalau dia ke dokter, ke ahli bangunan pasti bertanya, kenapa ketika mencari ilmu agama justru dia tidak bertanya, suka-suka dia saja tanpa bertanya terlebih dahulu. Dia duduk sebentar disuatu majelis kajian dan menilai “oh bagus nih..” pindah duduk ke majelis yang lainnya dan bilang “ah gak bagus nih..” tanpa bertanya kepada ahlinya.
Dengan begitu sebaiknya kita sebagai penuntut ilmu ataupun orang awam yang hendak mencari ilmu agama agar bertanya kepada ahlinya sebelum duduk dimajelis ilmu agar tidak salah duduk dan malah mendapatkan ilmu yang tidak bermanfaat bahkan bisa menyesatkan.
Wallahu ‘alam bisshowab.
– Catatan faedah dari muqoddimah kajian kitab Ar-Risalah oleh Ustadz Muhtarom حفظه الله تعالى