Suatu ketika, bisa jadi kita merasa tersindir atau malah berasa ditampar keteplak keteplok babak belur (figuratively) ketika mendapatkan nasehat, bahkan ada yang sambil meringis menahan nyeri nunjuk-nunjuk dada “Duuh sakitnya tuh di siniii”. Fenomena yang umum terjadi jika sudah merasa ditampar teplak teplok secara maya begini:
- Dia langsung sadar, merenung, berbenah diri dan mengadakan perbaikan.
- Alih-alih merenungi kebenarannya, dia malah mengadakan pembenaran karena dia merasa kesakitan dan kegerahan, tersinggung, marah…ngambek…lalu dia pun berubah menjadi seperti “landak” [Tahu maksudnya kan?] Entah dia mengkritik pemberi nasehatnya yang dibilang kurang adab, berkata kasar, iri, ingin menjatuhkan, menyindir nyinyir, suka ikut campur, terlalu mencari-cari kesalahan…atau dia jadi “mengkerut” dan mengatasnamakan sakit hati lalu menolak kebenaran.
- Cuek..iya…tidak peduli meski hatinya merasa ditonjok-tonjok.
Bisa jadi pemberi nasehatnya memang betul kurang adab dan keliru dalam menyampaikannya, atau malah bisa jadi kita yang terlalu baper menanggapinya padahal dia sudah melakukan sebagaimana mestinya. Atau bisa juga kata-kata/tulisannya itu cenderung keras, jika memang dianggap ada mashlahat di dalamnya. Asal nasehat memang diberikan dengan lemah lembut, namun tidak mengapa dilakukan dengan agak keras atau bahkan keras jika ada mashlahat di dalamnya. Sebagaimana realita manusia, ada yang dinasehati dengan cara implisit dan lembut, hatinya tergetar dan mau berubah…ada yang dilembuti tidak berubah-ubah, baru ketika intensitas kelembutannya itu dikurangi, dia bisa berubah karena baru “ngeh” atau berasa ditonjok-tonjok hatinya. Ini memang realita…
==
Sensitif itu baik, jika diletakkan pada tempatnya sesuai dengan porsi yang seimbang. Akan tetapi, jangan terlalu menyeret perasaan dalam menanggapi kebenaran yang oranglain sampaikan. Membawa perasaan yang sejatinya tidak pada tempatnya ke ranah syariat itu bisa berbahaya, karena ini dapat menghalangi seseorang untuk menerima kebenaran. Maka, letakkanlah baper pada tempatnya secara tepat ya…
==
TIPS yang bisa kita lakukan untuk menghindari baper yang bukan pada tempatnya:
- Berbaik sangka dan membawa perkataan oranglain pada kemungkinan terbaik.
- Memberi udzur ==> ini mudah dikatakan di mulut tapi terkadang bagi sebagian orang sulitnya bukan main, apalagi kalau terlahir dengan sensitivitas yang tinggi.
- Jika ingin menjawab perkataan atau sikap oranglain hanya gara-gara kita kegerahan, justru lebih baik kita tahan diri dan jangan direspon saat itu juga. Dinginkan hati dulu saja…berikan ruang pada perasaan untuk rehat sejenak. Ijinkan pikiran dan akal sehat yang mengambil alihnya, karena kalau nekat dikeluarkan saat itu juga, kata-kata yang keluar dari jemari atau lisan kita kemungkinan bisa kurang tersortir, dan mungkin kita akan menyesal di waktu kemudian => Ingat…menyesal itu pasti di akhirnya, tidak ada yang namanya menyesal itu di awal mulanya.
- Ambil napas panjang…hembuskan…ambil napas panjang lagi…hembuskan…sampe dongkolnya hati agak berkurang.
- Istighfar…setan bisa kegirangan kalau kita memperturutkan perasaan jengkel kita.
- Berlatih mengendalikan diri dalam perkataan, sikap, cara berpikir. Pengendalian diri yang baik adalah ciri dari pribadi yang matang. Ini bisa jadi perlu latihan, karena ada orang yang secara alami punya watak mudah mengendalikan diri; karakternya tenang; penuh pemikiran dan pertimbangan; bijaksana…namun ada pula pengendalian diri yang memang diusahakan karena dipelajari dan dibiasakan.
- Sabar dan berlapang dada…banyak doa agar Allaah memberi kita kemudahan dalam bersabar, lalu satu lagi: senantiasa mengharapkan pahala dari segala perihal yang tidak mengenakkan dengan meresponnya secara benar sesuai syariat. Sabar memang langkah jitu yah….
Kalau Anda berkenan membaca yang lebih panjang lagi, silahkan intip tulisan mini saya di postingan: “Menjadi Pribadi Yang Beradab Dalam Berkomentar Di Dunia Maya” [scrolling down saja beberapa postingan di bawah ini]. Ayo, kita praktekkan sama-sama dan diniatkan ikhlas karena Allaah yaa…
Sesungguhnya kita justru malah harus berterima kasih kepada orang yang menasihati, karena dialah yang menunjukkan kesalahan dan kekeliruan kita untuk menjadi lebih baik lagi, mengingat kita memang manusia biasa yang tidak sempurna, bagaimanapun cara dia melakukannya (meski sebagian besar dari kita mungkin pilih yang dengan cara lemah lembut saja ya…). Orang yang sebenar-benarnya menasehati itu sedang menginginkan kebaikan ada dalam diri kita sebagaimana dia ingin kebaikan itu ada dalam dirinya. Dia peduli dengan kita, kalau tidak peduli kenapa juga dia susah payah harus memberi tahu, sedangkan dia harus menanggung resiko yang kadang tidak sedikit akibat nasehat yang dia berikan? Bisa jadi dia memang keliru dalam cara menyampaikan…maka bersabarlah, janganlah lemah dan berharaplah pahala atasnya…Sebagaimana kita ingin diri kita dimengerti, diberi udzur dan diperlakukan dengan sabar…begitupula lah sikap yang harus kita lakukan kepada oranglain. Sebenarnya, orang yang berperilaku tidak enak itu juga secara tidak langsung sedang menyadarkan dan memberi pelajaran pada kita untuk menjadi lebih baik dan lebih bijak lagi, karena dengan itu kita bisa belajar agar tidak menjadi orang yang menyebalkan seperti dia.
NB: Jika ada yang mau menyebarkan, tidak usah meminta ijin.
==
Penulis: Ummu Yazid Fatihdaya Khoirani
Via facebook Muslimah.or.id