[1]- Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
((إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا؛ عَسَلَهُ قَبْلَ مَوْتِهِ)) قِيْلَ: وَمَا عَسْلُهُ قَبْلَ مَوْتِهِ؟ قَالَ: ((يُفْتَحُ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ بَيْنَ يَدَيْ مَوْتِهِ حَتَّى يَرْضَى عَنْهُ [جِيْرَانُهُ -أَوْ قَالَ: مَنْ حَوْلَهُ-]))
“Jika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba; niscaya Allah memaniskannya sebelum kematiannya.” Ada yang bertanya: Apa yang dimaksud dengan memaniskannya sebelum kematiannya? Beliau bersabda: “Dibukakan baginya amal shalih sebelum kematiannya sampai tetangga-tetangganya -atau orang-orang yang disekitarnya- meridhai-nya.”
[SHAHIH: HR. Ahmad (no. 21846- cet. Daarul Hadiits), Ibnu Hibban (no. 342 & 343- cet. Daarul Fikr), dan Al-Hakim (1288-cet. Daarul Fikr), dari ‘Amr bin Al-Hamiq Al-Khuza’i -radhiyallaahu ‘anhu-. Dishahihkan oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi. Hadits ini juga mempunyai syawaahid (penguat-penguat dari Shahabat-Shahabat yang lainnya)]
[2]- Imam Ibnul Atsir (wafat th. 606 H) -rahimahullaah- berkata:
“Al-‘Asl (memaniskan) adalah: pujian yang baik; diambil dari kata Al-‘Asal (madu). Dikatakan (secara bahasa): ‘Asala Ath-Tha’aam Ya’siluhu (memaniskan makanan): jika menambahkan madu pada makanan.
Beliau (Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- ) menyerupakan apa yang Allah rizqikan kepada hamba -berupa amal shalih; yang menjadikan penyebutannya baik di antara kaumnya-; Allah menyerupakannya dengan madu yang ditambahkan pada makanan; sehingga makanan itu menjadi manis dan baik.”
[An-Nihaayah Fii Ghariibil Hadiits Wal Aatsaar (hlm. 616- cet. Daar Ibnil Jauzi)]
[3]- Imam ‘Utsman bin Sa’id Ad-Darimi (wafat th. 282 H) -rahimahullaah- berkata:
“Seorang dari penduduk Sijistan -yang hasad kepadaku- berkata: “Kalau bukan karena ilmu; jadi apa kamu?” Maka kukatakan padanya: Kamu menginginkan celaan, tapi berubah jadi pujian.
Saya mendengar Nu’aim bin Hammad berkata: Saya mendengar Abu Mu’awiyah berkata: Al-A’masy berkata: “Kalau bukan karena ilmu; tentulah aku (hanya) menjadi salah satu tukang sayur dari tukang-tukang sayur di Kufah.” Dan aku; kalaulah bukan karena ilmu; tentulah aku (hanya) menjadi salah satu pedakang kain dari pedagang-pedagang kain di Sijistan.”
[Taariikh Dimasyq (XXXVIII/364-cet. Daarul Fikr)]
[4]- Cobalah renungkan dan fikirkan, siapa kita dahulu?! Sebagian kita ada yang ahli maksiat! Atau bahkan bergabung dengan kelompok sesat!!
Kemudian Allah berikan petunjuk untuk mengenal kebenaran, dan Allah ajarkan ilmu kepada kita; yang dengannya kita dikenal oleh manusia.
Maka, hendaklah kita mensyukurinya, dengan cara menyebarkan ilmu dan kebenaran yang Allah telah ajarkan. BUKAN MENJADIKAN ILMU YANG ALLAH BERIKAN SEBAGAI ALAT UNTUK MENCARI DUNIA -BAIK HARTA, KEDUDUKAN, KETENARAN MAUPUN WANITA-!!!
…وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ
“… DAN JIKA KAMU BERPALING (DARI JALAN YANG BENAR); DIA AKAN MENGGANTIKAN (KAMU) DENGAN KAUM YANG LAIN, dan mereka tidak akan (durhaka) seperti kamu.” (QS. Muhammad: 38)
Wa Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah.
-ditulis oleh: Ahmad Hendrix