[1]- PENTINGNYA TA’SHIILAAT (PONDASI-PONDASI) ‘ILMIYYAH
قَالَ حُذَيْفَةُ: إنَّ الضَّلاَلَةَ حَقَّ الضَّلاَلَة:ِ أَنْ تَعْرِفَ مَا كُنْتَ تُنْكِرُ، وتُنْكِرَمَا كُنْتَ تَعْرِفُ، وَإِيَّاكَ وَالتَّلَوُّنِ في الدين؛ فَإِنَّ دِينَ اللَّهِ وَاحِدٌ
Hudzaifah -radhiyallaahu ‘anhu- berkata:
“Sungguh kesesatan yang sebenar-benarnya adalah: engkau menganggap ma’ruf kepada sesuatu yang sebelumnya engkau anggap mungkar, atau engkau menganggap mungkar kepada sesuatu yang sebelumnya engkau anggap ma’ruf. Janganlah berubah-ubah dalam agama! Karena agama Allah itu satu.”
[Al-Ibaanah Al-Kubra: I/190, karya Ibnu Baththah (wafat th. 387 H)]
[2]- MANHAJ SALAF DALAM MENUNTUT ILMU
Dari ‘Alqomah bin Qais An-Nakha’i (seorang tabi’in, wafat th. 62 H), dia berkata: Aku mendatangi Syam, kemudian Shalat dua raka’at, lalu aku berdo’a: “Ya Allah, mudahkanlah untukku teman duduk yang shalih.”
Maka aku mendatangi suatu kaum, lalu aku duduk. Tiba-tiba ada seorang yang sudah tua datang dan duduk di sampingku. Aku bertanya: “Siapa orang ini?” Mereka menjawab: “Abu Darda’.” Maka aku katakan: “Aku telah berdo’a kepada Allah agar memudahkan untukku teman duduk yang shalih; ternyata Allah mudahkan anda untukku.”
Dia (Abu Darda) bertanya: “Kamu dari mana?” Aku jawab: “Dari Kufah.” Dia (Abu Darda) berkata: “Bukankah di daerah kalian ada Ibnu Ummi ‘Abd (Ibnu Mas’ud); yang biasa menyiapkan sandal, bantal dan alat bersuci (milik Nabi), di sana juga ada (‘Ammar) orang yang telah Allah lindungi dari Syaithan -yakni: melalui lisan Nabi-Nya -shallalaahu ‘alaihi wa sallam-, dan ada juga (Hudzaifah) pemilik rahasia Nabi -shallalaahu ‘alaihi wa sallam- yang tidak diketahui oleh selainnya?”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 3742)]
Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullaah- berkata:
“Maksud Abu Darda -dengan perkataannya- adalah: bahwa yang dia fahami dari mereka (para pendatang) tersebut; bahwa mereka datang untuk menuntut ilmu. Maka dia jelaskan kepada mereka: bahwa di negeri mereka ada para ulama yang mereka (para penuntut ilmu tersebut) tidak lagi membutuhkan kepada selain (para ulama) tersebut.
Dan diambil faedah darinya: BAHWA HENDAKNYA AHLI HADITS (PENUNTUT ILMU) TIDAK MENINGGALKAN NEGERINYA; SEBELUM DIA MENGUASAI ILMU YANG ADA PADA GURU-GURUNYA.”
[Fat-hul Baari (VII/116- cet. Daarus Salaam)]
Hal serupa juga terjadi pada Khaitsamah bin Abi Sabrah yang datang dari Kufah ke Madinah dan bertemu dengan Abu Hurairah, dan perkataan Abu Hurairah serupa dengan perkataan Abu Darda.
[Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (no. 3811) dan Al-Hakim (no. 5768- cet. Daarul Fikr), dengan sanad yang shahih]
[3]- JANGAN MEMPERBANYAK GURU SEBELUM TIBA WAKTU
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin -rahimahullaah- berkata:
“Dan engkau juga harus kokoh dalam masalah guru yang engkau ambil ilmunya. JANGAN ENGKAU MENCARI YANG SESUAI SELERA: SETIAP PEKAN BELAJAR PADA SEORANG GURU (YANG BERBEDA), (ATAU) SETIAP BULAN BELAJAR PADA SEORANG GURU (YANG BERBEDA). MANTAPKANLAH TERLEBIH DAHULU: SIAPA GURU YANG AKAN ENGKAU AMBIL ILMUNYA, JIKA SUDAH MANTAP; MAKA KOKOHLAH (DENGAN GURU TERSEBUT).
Barangsiapa yang kokoh; maka dia akan terus berkembang, dan barangsiapa yang tidak kokoh; maka dia tidak akan berkembang, dan tidak akan mendapatkan apa pun.”
[“Syarh Kitaab Hilyah Thaalibil ‘Ilmi” (hlm. 50- cet. Daarul ‘Aqiidah)]
[4]- MAKA, …..
Setelah memahami penjelasan di atas, semoga kita bisa menguasai TA’SHIILAAT yang diajarkan oleh ustadz-ustadz besar kita, sehingga kita bisa memahami ‘AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH dan bisa men-SYARH-nya, kita bisa MEMAHAMI KALIMAT SYAHADAT, intinya kita bisa menguasai ilmu TAUHID -yang merupakan JALAN MENUJU KEADILAN & KEMAKMURAN-, dan menguasai PRINSIP-prinsip DASAR ISLAM secara keseluruhan, kita jauhi firqah-firqah sesat dan kita bisa berjalan di atas MANHAJ SALAF serta MULIA DENGAN-nya, kita tidak sembarangan mengikuti firqah yang hanya semangat jihad saja. Kita tidak mengingkari jihad, tapi yang kita inginkan adalah: JIHAD yang diajarkan DALAM SYARI’AT ISLAM; sehingga kita tidak gampang menumpahkan darah -apalagi DARAH SEORANG MUSLIM- yang kita ketahui HARAMNYA.
Dan selain itu; kita juga tidak melupakan ibadah-ibadah kita; terutama: Shalat; karena SEBAIK-BAIK AMALAN ADALAH SHALAT, dan kita berusaha agar tata cara Shalat kita sesuai dengan SHIFAT SHALAT NABI -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-, kita juga tidak lupa ber-DO’A, dzikir & WIRID yang dengannya hati menjadi tenteram.
Dalam bermu’amalah dengan orang lain; kita juga tidak lupa untuk melaksanakan BIRRUL WALIDAIN (BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA), kita tidak MEMINTA-MINTA DAN MENGEMIS kepada orang lain; karena kita mengetahui HUKUM-nya DALAM SYARI’AT ISLAM, apalagi kita sebagai penuntut ilmu; tentunya kita mempunyai ADAB DAN AKHLAK sebagai PENUNTUT ILMU -selain kita juga memiliki PANDUAN dalam MENUNTUT ILMU, yang mana MENUNTUT ILMU ini merupakan JALAN MENUJU SURGA-.
Bagi kita yang sudah berkeluarga; maka kita juga harus memiliki PANDUAN dalam hidup berumah tangga, agar keluarga kita menjadi KELUARGA yang SAKINAH. Bagi yang belum menikah; maka ingatlah: JANGAN DEKATI ZINA, SESUNGGUHNYA ZINA ADALAH PERBUATAN KEJI DAN SEBURUK-BURUK JALAN, segeralah menikah dan jangan takut kemiskinan, bertawakallah kepada Allah. Dan ketahuilah bahwasanya ISLAM mempunyai KIAT-KIAT dalam MENGATASI KEMISKINAN.
Dan kita juga jangan lupa untuk membersihkan jiwa kita, akan tetapi bukan dengan cara-cara yang bid’ah; bukan dengan cara-cara Sufi dan Tasawwuf. Sebagai seorang Salafi; maka kita lakukan hal tersebut dengan mengikuti MANHAJ AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH DALAM TAZKIYATUN NUFUS.
Akhirul kalam, kita memohon ampunan kepada Allah atas dosa-dosa dan segala kekurangan kita dan kita bertaubat kepada-Nya; karena TAUBAT adalah KEWAJIBAN SEUMUR HIDUP. Jangan habiskan hari-hari kita dengan berbuat dosa atau perbuatan yang sia-sia, ingatlah tentang WAKTUMU, DIHABISKAN UNTUK APA???
Semoga kita bisa tetap ISTIQAMAH di atas keta’atan kepada Allah, dan di jauhkan dari rasa cinta yang berlebih terhadap dunia, karena DUNIA LEBIH JELEK DARI BANGKAI KAMBING.
Aamiin.
– Ditulis oleh Ustadz Ahmad Hendrix حفظه الله تعالى